Kades Kohod Ditahan Bareskrim Terkait Kasus Pemalsuan Dokumen Pagar Laut Tangerang

Tribratanews.co JAKARTA | Drama hukum yang melibatkan Kepala Desa Kohod, Arsin, akhirnya memasuki babak baru. Setelah menjalani pemeriksaan intensif di Bareskrim Polri, Arsin resmi ditahan bersama tiga tersangka lainnya terkait kasus dugaan pemalsuan dokumen pagar laut di Tangerang. Penahanan dilakukan pada Senin (24/2/2025) malam.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, mengungkapkan bahwa selain Arsin, penahanan juga menjerat Sekretaris Desa Kohod, Ujang Karta, serta dua penerima kuasa berinisial SP dan CE. Keputusan ini diambil setelah serangkaian pemeriksaan mendalam dan rapat internal yang digelar tim penyidik.

“Setelah pemeriksaan, kami beserta unit melaksanakan gelar internal, dan memutuskan mulai malam ini mereka ditahan,” ujar Djuhandhani dalam keterangan persnya, Selasa (25/2/2025).

Kini, proses hukum memasuki tahap berikutnya. Djuhandhani memastikan bahwa berkas perkara akan segera dilengkapi dan dikoordinasikan dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mempercepat proses persidangan. Langkah ini diambil guna memastikan kasus ini dapat diselesaikan secara transparan dan profesional.

Penyidik juga tengah melakukan pengembangan lebih lanjut untuk menggali kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. Djuhandhani menegaskan bahwa penahanan keempat tersangka didasarkan pada tiga alasan utama.

Tiga Alasan Penahanan Tersangka

Pertama, penyidik khawatir para tersangka akan menghilangkan barang bukti penting yang masih dibutuhkan untuk pengembangan perkara. “Tersangka tidak menghilangkan barang bukti, kemungkinan masih ada barang bukti yang akan kita perlukan untuk pengembangan perkara ini,” jelas Djuhandhani.

Kedua, penahanan dilakukan untuk mencegah para tersangka melarikan diri atau mengulangi perbuatannya. Terlebih, sebagai pejabat desa, Arsin dan Ujang Karta memiliki kewenangan yang dapat disalahgunakan jika tidak segera ditindaklanjuti.

“Dan yang ketiga, kita takutnya mengulangi perbuatannya dengan berbagai kewenangan yang dia miliki,” pungkas Djuhandhani.

Untuk memastikan proses hukum berjalan lancar, penyidik terus bekerja keras mengumpulkan bukti tambahan. Selain itu, koordinasi dengan instansi terkait seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga terus dilakukan guna memverifikasi keabsahan dokumen-dokumen yang terlibat dalam kasus ini.

Djuhandhani menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini secara tuntas dan adil. “Kami ingin memastikan bahwa semua pihak yang terlibat bertanggung jawab atas perbuatannya sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat desa yang seharusnya menjadi panutan masyarakat. Praktik pemalsuan dokumen seperti ini tidak hanya merugikan individu atau badan usaha yang memiliki hak sah, tetapi juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem administrasi pertanahan di tingkat desa.

Oleh karena itu, kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran penting bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan pengawasan terhadap dokumen-dokumen administratif yang dikeluarkan oleh aparatur desa. Hal ini juga menjadi momentum untuk mereformasi sistem pengelolaan tanah agar lebih transparan dan akuntabel.

Sumber : Divisi Humas Polri

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *